Breaking News

Gempa Kuat Guncang Perairan Sinabang di Tengah Ancaman Hidrometeorologi Sumatra

Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam kembali diguncang aktivitas tektonik pada Kamis siang, 27 November 2025. Berdasarkan laporan European-Mediterranean Seismological Centre (EMSC), sebuah gempa bumi berkekuatan magnitudo 6,2 terjadi pada pukul 11:56 WIB. Episentrum gempa tercatat berada di laut, berjarak sekitar 57 kilometer arah barat laut dari Sinabang, Kabupaten Simeulue.

Sementara itu, data pembanding dari Survei Geologi Amerika Serikat (USGS) mencatat kekuatan yang sedikit lebih besar, yakni magnitudo 6,6 dengan pusat gempa sekitar 45 kilometer (28 mil) dari lokasi yang sama. Perbedaan data awal semacam ini merupakan hal yang lumrah dalam seismologi sembari para ahli melakukan kalibrasi ulang data yang masuk. Gempa ini dikategorikan sebagai gempa dangkal, dengan kedalaman berkisar antara 26 hingga 27 kilometer. Tak lama berselang, gempa susulan (aftershock) berkekuatan magnitudo 4,8 juga dilaporkan terjadi di sisi selatan pusat gempa utama.

Potensi Dampak dan Peringatan Dini

Meskipun guncangan terasa cukup kuat, Sistem Peringatan Dini Tsunami Indonesia segera mengeluarkan konfirmasi bahwa lindu ini tidak berpotensi memicu gelombang tsunami. Analisis awal menunjukkan bahwa getaran kemungkinan besar dirasakan cukup nyata oleh masyarakat di sekitar episentrum, terutama di kota Sinabang dan Blangpidie yang berjarak 153 km dari pusat gempa.

Dampak fisik diperkirakan terbatas pada benda-benda yang berjatuhan dari rak, jendela yang bergetar, atau kerusakan ringan pada bangunan non-struktural. Kendati demikian, USGS mengingatkan adanya risiko bahaya sekunder, seperti tanah longsor, mengingat topografi wilayah tersebut yang berbukit. Hingga berita ini diturunkan, belum ada laporan mengenai kerusakan infrastruktur vital yang signifikan.

Kondisi Geologis Cincin Api

Indonesia, yang terletak di atas “Cincin Api Pasifik” (Ring of Fire), memang memiliki kerentanan tinggi terhadap bencana geologis. Posisi nusantara yang berada di titik temu lempeng besar—Indo-Australia, Pasifik, dan Eurasia—menjadikan wilayah ini salah satu yang paling aktif secara seismik di dunia.

Khusus untuk wilayah lepas pantai barat Sumatra, mekanisme gempa umumnya terjadi di zona subduksi tempat Lempeng Indo-Australia menunjam ke bawah Lempeng Eurasia. Kawasan ini memiliki catatan sejarah kegempaan yang panjang, termasuk peristiwa megathrust dahsyat pada akhir tahun 2004 silam. Selain zona subduksi, keberadaan sesar geser (strike-slip faults) juga turut berkontribusi pada profil risiko seismik di wilayah ini.

Ujian Ganda Musim Penghujan

Guncangan gempa ini terjadi di saat pemerintah dan masyarakat Sumatra sedang berjibaku menghadapi dampak cuaca ekstrem. Periode hujan lebat musiman yang biasanya berlangsung dari Oktober hingga Maret telah memicu serangkaian bencana hidrometeorologi. Hujan tanpa henti dalam beberapa hari terakhir telah menyebabkan banjir dan tanah longsor yang parah di berbagai titik.

Di Provinsi Aceh, otoritas setempat telah menetapkan status darurat bencana di 10 dari 23 kabupaten dan kota. Tingginya curah hujan, angin kencang, serta kondisi tanah yang labil menjadi faktor utama meluapnya air yang merendam permukiman.

Dampak Banjir dan Pengungsian

Laporan dari kantor berita Antara menyebutkan bahwa ribuan warga terkena dampak langsung dari banjir ini. Data menunjukkan sekitar 14.235 kepala keluarga atau lebih dari 46.000 jiwa terdampak genangan air. Situasi ini memaksa hampir 1.500 orang dari ratusan keluarga untuk meninggalkan rumah mereka dan mencari tempat perlindungan yang lebih aman hingga Rabu sore.

Pelaksana tugas Badan Penanggulangan Bencana Aceh (BPBA) menyatakan bahwa fokus utama saat ini adalah penanganan pengungsi dan distribusi bantuan logistik. Kombinasi antara ancaman gempa bumi dan banjir yang terjadi secara bersamaan ini menuntut kewaspadaan ekstra dari masyarakat, khususnya mereka yang tinggal di wilayah pesisir dan pegunungan yang rawan pergerakan tanah.